Selasa, 12 Juni 2012

Beauty of "SYUKUR"

Photo: The beauty of SYUKUR.

Jika kehidupan ini menghadirkan kesedihan, untuk apakah Allah memberi kenikmatan yang membahagiakan dan tak terhitung jumlahnya di dalam kehidupan kita?
"Dan Dia telah memberikan kepadamu segala apa yang kamu mohonkan kepada-Nya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya. Sungguh, manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah)." [QS. Ibrahim: 34]

Oleh karena itu, jika kita merasakan kesedihan yang mendalam di kehidupan kita, ada baiknya kita bermuhasabah sebelum menyalahkan orang lain atau bahkan Allah atas kesedihan yang kita rasakan.

Maxim Gorky berkata,
"Kebahagiaan itu selalu terlihat kecil jika Anda hanya memegangnya di tangan Anda, tetapi jika Anda melepaskannya, Anda akan belajar betapa besar dan berharganya kebahagiaan tersebut."

Hal ini sudah cukup menjelaskan bahwa, kesedihan itu datang dari sikap kita yang tak mau berbagi kebahagiaan dengan orang lain. Bukan orang lain yang tak mau berbagi kebahagiaan dengan kita. Mungkin inilah sebabnya mengapa Allah tak henti-hentinya bertanya kepada kita, "Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?" [Ar-Rahman: 13]

Tanpa kita sadari, kita telah mendustakan nikmat Allah berupa kebahagiaan dengan cara tak mau berbagi kebahagiaan dengan sesama. Dan, terdapat kecenderungan untuk menikmati kebahagiaan itu sendiri. Maka, pantaskah kita menyalahkan orang lain yang terlihat bahagia dari kita dan menyalahkan Allah yang tidak membahagiakan kita seperti orang tersebut? Sedang kebahagiaan itu tidak kita dapatkan karena sikap kita yang tidak mau berbagi kebahagiaan dengan orang lain dan mendustakan nikmat Allah.

Ingatlah,
Yang menjadikan bahagia itu mudah dan tampak besar sekaligus berharga adalah di saat kita bisa menerima nikmat Allah dengan senang hati dan berbagi nikmat itu dengan orang lain. Serta, yang menjadikan kesedihan itu sulit adalah di saat kita tak bisa tidur ketika melihat orang lain bahagia dan tak mau berbagi kebahagiaan dengan orang lain yang terlihat lebih bahagia dari kita. So, untuk apakah kita di risaukan dengan kesedihan, jika kebahagiaan itu adalah sebuah kemudahan untuk di dapatkan?

Bukankah Allah sendiri yang membisikkan kalimat indah kepada Muhammad, Rasul akhir zaman, "Aku tergantung bagaimana cara hamba-Ku memandang." [HR. Bukhari dan Muslim].
Hadits ini menganjurkan kita agar selalu berbaik sangka kepada Allah atas segala apapun yang kita rasakan bahkan termasuk kesedihan. Dan, cara terbaik untuk berprasangka baik adalah dengan bermuhasabah. Dengan begitu kita akan tahu bahwa, betapa hinanya kita di hadapan Allah Yang Maha Besar karena sikap kezaliman kita yang berani mendustakan nikmat Allah dan menyalahkan orang lain atas kesedihan yang sebenarnya kita ciptakan sendiri.

Sayyidina Ali bin Abi Thalib Karramallahu wajhah berkata, "Anak Adam condong pada kesombongan, padahal awalnya dia adalah air mani yang terpancar dan akhir nasibnya adalah bangkai yang menjijikkan. Dan, dia selalu membawa kotoran bersamanya."

So, di sinilah indahnya kebersyukurannya, ia tak hanya membawa kebahagiaan tapi juga menganjurkan kita untuk bermuhasabah atas segala kesedihan yang kita rasakan dan sikap sikut kiri, sikut kanan yang kita lakukan untuk memenuhi kebahagiaan adalah sebagian tanda bahwa kita tidak yakin bahwa Allah Maha Melihat.

Ya Rabb,
Boleh jadi Engkau biarkan kami bersedih, karena kami kami tidak tahu Engkau Maha Melihat. Kalau kami tahu Engkau Maha Melihat tentu kami tidak akan mendustakan nikmat dariMu dan kami akan berusaha berbagi nikmat pemberian dariMu dengan sesama kami. Engkau adalah Tuhan yang tidak pernah membuat kami bersedih, maka ampunilah dosa kami yang tidak pernah bersyukur atas banyaknya nikmat yang Engkau berikan dan cenderung menjadi manusia zalim karena mengingkari nikmatMu.
Aamiin

04.05.2012.
TMD - Giving spirit for you all.

Banyak menulis, banyak berkata, banyak berdosa. Maafkan admin ya sahabat TMD?The beauty of SYUKUR.

Jika kehidupan ini menghadirkan kesedihan, untuk apakah Allah memberi kenikmatan yang membahagiakan dan tak terhitung jumlahnya di dalam kehidupan kita?
"Dan Dia telah memberikan kepadamu segala apa yang kamu mohonkan kepada-Nya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya. Sungguh, manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah)." [QS. Ibrahim: 34]

Oleh karena itu, jika kita merasakan kesedihan yang mendalam di kehidupan kita, ada baiknya kita bermuhasabah sebelum menyalahkan orang lain atau bahkan Allah atas kesedihan yang kita rasakan.

Maxim Gorky berkata,
"Kebahagiaan itu selalu terlihat kecil jika Anda hanya memegangnya di tangan Anda, tetapi jika Anda melepaskannya, Anda akan belajar betapa besar dan berharganya kebahagiaan tersebut."

Hal ini sudah cukup menjelaskan bahwa, kesedihan itu datang dari sikap kita yang tak mau berbagi kebahagiaan dengan orang lain. Bukan orang lain yang tak mau berbagi kebahagiaan dengan kita. Mungkin inilah sebabnya mengapa Allah tak henti-hentinya bertanya kepada kita, "Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?" [Ar-Rahman: 13]

Tanpa kita sadari, kita telah mendustakan nikmat Allah berupa kebahagiaan dengan cara tak mau berbagi kebahagiaan dengan sesama. Dan, terdapat kecenderungan untuk menikmati kebahagiaan itu sendiri. Maka, pantaskah kita menyalahkan orang lain yang terlihat bahagia dari kita dan menyalahkan Allah yang tidak membahagiakan kita seperti orang tersebut? Sedang kebahagiaan itu tidak kita dapatkan karena sikap kita yang tidak mau berbagi kebahagiaan dengan orang lain dan mendustakan nikmat Allah.

Ingatlah,
Yang menjadikan bahagia itu mudah dan tampak besar sekaligus berharga adalah di saat kita bisa menerima nikmat Allah dengan senang hati dan berbagi nikmat itu dengan orang lain. Serta, yang menjadikan kesedihan itu sulit adalah di saat kita tak bisa tidur ketika melihat orang lain bahagia dan tak mau berbagi kebahagiaan dengan orang lain yang terlihat lebih bahagia dari kita. So, untuk apakah kita di risaukan dengan kesedihan, jika kebahagiaan itu adalah sebuah kemudahan untuk di dapatkan?

Bukankah Allah sendiri yang membisikkan kalimat indah kepada Muhammad, Rasul akhir zaman, "Aku tergantung bagaimana cara hamba-Ku memandang." [HR. Bukhari dan Muslim].
Hadits ini menganjurkan kita agar selalu berbaik sangka kepada Allah atas segala apapun yang kita rasakan bahkan termasuk kesedihan. Dan, cara terbaik untuk berprasangka baik adalah dengan bermuhasabah. Dengan begitu kita akan tahu bahwa, betapa hinanya kita di hadapan Allah Yang Maha Besar karena sikap kezaliman kita yang berani mendustakan nikmat Allah dan menyalahkan orang lain atas kesedihan yang sebenarnya kita ciptakan sendiri.

Sayyidina Ali bin Abi Thalib Karramallahu wajhah berkata, "Anak Adam condong pada kesombongan, padahal awalnya dia adalah air mani yang terpancar dan akhir nasibnya adalah bangkai yang menjijikkan. Dan, dia selalu membawa kotoran bersamanya."

So, di sinilah indahnya kebersyukurannya, ia tak hanya membawa kebahagiaan tapi juga menganjurkan kita untuk bermuhasabah atas segala kesedihan yang kita rasakan dan sikap sikut kiri, sikut kanan yang kita lakukan untuk memenuhi kebahagiaan adalah sebagian tanda bahwa kita tidak yakin bahwa Allah Maha Melihat.

Ya Rabb,
Boleh jadi Engkau biarkan kami bersedih, karena kami kami tidak tahu Engkau Maha Melihat. Kalau kami tahu Engkau Maha Melihat tentu kami tidak akan mendustakan nikmat dariMu dan kami akan berusaha berbagi nikmat pemberian dariMu dengan sesama kami. Engkau adalah Tuhan yang tidak pernah membuat kami bersedih, maka ampunilah dosa kami yang tidak pernah bersyukur atas banyaknya nikmat yang Engkau berikan dan cenderung menjadi manusia zalim karena mengingkari nikmatMu.
Aamiin

12.6.2012.
TMD - Giving spirit for you all.

Banyak menulis, banyak berkata, banyak berdosa. Maafkan admin ya sahabat TMD?

1 komentar: