The Romantic of Love

Kisah Cinta Fatimah Az-Zahra dan Ali Bin Abi Thalib

Cinta adalah hal fitrah yang tentu saja dimiliki oleh setiap orang, namun bagaimanakah membingkai perasaan tersebut agar bukan Cinta yang mengendalikan Diri kita
Tetapi Diri kita yang mengendalikan Cinta

Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan atau mempersilakan. Ia adalah keberanian atau pengorbanan

Lahirnya Siti Fatimah Az-Zahra r.a. merupakan rahmat yg dilimpahkan llahi kepada Nabi Muhammad Saw. Ia telah menjadi wadah suatu keturunan yg suci. Ia laksana benih yg akan menumbuhkan pohon besar pelanjut keturunan Rasul Allah Saw. Ia satu-satunya yg menjadi sumber keturunan paling mulia yg dikenal umat Islam di seluruh dunia. Siti Fatimah Az-Zahra r.a. dilahirkan di Makkah pada hari Jumaat 20 Jumadil Akhir kurang lbh lima tahun sebelum bi’tsah.

Siti Fatimah Az-Zahra r.a. tumbuh dan berkembang di bawah naungan wahyu Ilahi di tengah kancah pertarungan sengit antara Islam dan Jahiliyah dikala sedang gencar-gencarnya perjuangan para perintis iman melawan penyembah berhala.

Dalam keadaan masih kanak-kanak Siti Fatimah Az-Zahra r.a. sudah harus mengalami penderitaan, merasakan kehausan dan ke­laparan. Ia berkenalan dgn pahit getirnya perjuangan menegak­kan kebenaran dan keadilan. Lebih dari tiga tahun ia bersama ayah bundanya hidup menderita didalam Syi’ib akibat pemboikotan orang-orang kafir Quraiys terhadap keluarga Bani Hasyim.

Setelah bebas dari penderitaan jasmaniah selama di Syi’ib da­tang pula pukulan batin atas diri Siti Fatimah Az-Zahra r.a. Siti Fatimah Az-Zahra r.a ditinggal wafat ibundanya tercinta Siti Khadijah r.a hingga kabut sedihan selalu menutupi kecerahan hidupnya sehari-hari dgn putusnya sumber kecintaan dan kasih sayang ibu.

Tapi Rasul Allah Saw. sangat mencintai puterinya ini. Siti Fati­mah Az-Zahra r.a. adalah puteri bungsu yg paling disayang dan di­kasihani junjungan kita Rasul Allah Saw. Nabi Muhammad Saw. merasa tak ada seorang pun di dunia yg paling berkenan dihati beliau dan yg paling dekat di sisinya selain puteri bungsunya itu.

Demikian besar rasa cinta Rasul Allah Saw. kepada puteri bungsunya itu dibuktikan dgn hadits yg diriwayatkan oleh Ibnu Abbas. Menurut hadits tersebut Rasul Allah Saw. berkata kepada Imam Ali r.a.

Wahai Ali! Sesungguhnya Fatimah adalah bagian dari aku. Dia adalah cahaya mataku dan buah hatiku. Barang siapa menyusahkan dia ia menyu­sahkan aku dan siapa yg menyenangkan dia ia menyenangkan aku…

Pernyataan beliau itu bukan sekedar cetusan emosi melain­kan suatu penegasan bagi umatnya bahwa puteri beliau itu meru­pakan lambang keagungan abadi yg ditinggalkan di tengah ummatnya.

Di kala masih kanak-kanak Siti Fatimah Az-Zahra r.a. me­nyaksikan sendiri cobaan yg dialami oleh ayah-bundanya baik berupa gangguan-gangguan maupun penganiayaan-penganiayaan yg dilakukan orang-orang kafir Quraiys. Ia hidup di udara Makkah yg penuh dgn debu perlawanan orang-orang kafir ter­hadap keluarga Nubuwaah keluarga yg menjadi pusat iman hi­dayah dan keutamaan. Ia menyaksikan ketangguhan dan ke­tegasan orang-orang mukminin dalam perjuangan gagah berani menanggulangi komplotan-komplotan Quraiys. Suasana perjua­ngan itu membekas sedalam-dalamnya pada jiwa Siti Fatimah Az-Zahra r.a. dan memainkan peranan penting dalam pembentukan pribadinya serta mempersiapkan kekuatan mental guna mengha­dapi kesukaran-kesukaran di masa depan.

Setelah ibunya wafat Siti Fatimah Az-Zahra r.a. hidup ber­sama ayahandanya. Satu-satunya orang yg paling dicintai. Ialah yg meringankan penderitaan Rasul Allah Saw. tatkala ditinggal wafat isteri beliau Siti Khadijah.

Pada satu hari Siti Fatimah Az-Zahra r.a. menyaksikan ayahnya pulang dgn ke­pala dan tubuh penuh pasir yg baru saja dilemparkan oleh orang-orang Quraiys disaat ayahandanya itu sedang sujud. Dengan hati remuk-redam laksana disayat sembilu Siti Fatimah r.a. se­gera membersihkan kepala dan tubuh ayahandanya. Kemudian diambilnya air guna mencucinya. Ia menangis tersedu-sedu me­nyaksikan kekejaman orang-orang Quraisy terhadap ayahnya.

Kesedihan hati puterinya itu dirasakan benar oleh Nabi Mu­hammad Saw. Guna menguatkan hati puterinya dan meringankan rasa sedihnya maka Nabi Muhammad Saw. sambil membelai-be­lai kepala puteri bungsunya itu berkata.

Jangan menangis.. Allah melindungi ayahmu dan akan memenangkannya dari musuh-­musuh agama dan risalah-Nya

Dengan tutur kata penuh semangat itu Rasul Allah Saw. menanamkan daya-juang tinggi ke dalam jiwa Siti Fatimah r.a. dan sekaligus mengisinya dgn kesabaran ketabahan serta keper­cayaan akan kemenangan akhir. Meskipun orang-orang sesat dan durhaka seperti kafir Quraiys itu senantiasa mengganggu dan melakukan penganiayaan-penganiayaan namun Nabi Muhammad Saw. tetap melaksanakan tugas risalahnya.

Pada ketika lain lagi Siti Fatimah r.a. menyaksikan ayahan­danya pulang dgn tubuh penuh dgn kotoran kulit janin unta yg baru dilahirkan. Yang melemparkan kotoran atau najis ke punggung Rasul Allah Saw. itu adalah Uqbah bin Mu’aith, Ubaiy bin Khalaf, dan Umayyah bin Khalaf. Melihat ayahandanya berlu­muran najis Siti Fatimah r.a. segera membersihkannya dgn air sambil menangis.

Masih banyak lagi pelajaran yg diperoleh Siti Fatimah dari penderitaan ayahandanya dalam perjuangan menegakkan ke­benaran Allah. Semuanya itu menjadi bekal hidup baginya utk menghadapi masa mendatang yg berat dan penuh cobaan.

Hingga Siti Fatimah Az-Zahra r.a. telah mencapai puncak remajanya. Kecantikan dan keelokan parasnya banyak menarik perhatian. Tidak sedikit pria terhormat yg menggantungkan harapan ingin mempersunting puteri Rasul Allah Saw itu. Beberapa orang terkemuka dari kaum Muhajirin dan Anshar telah berusaha melamarnya. Menanggapi lamaran itu, Nabi Muhammad Saw. mengemukakan bahwa beliau sedang menantikan datangnya petunjuk dari Allah Swt. mengenai puterinya itu.

Pada suatu hari Abu Bakar Ash Shiddiq r.a. Umar Ibnul Khatab r.a. dan Sa’ad bin Mu’adz bersama-sama Rasul Allah saw. duduk dalam mesjid. Pada kesempatan itu diperbincangkan antara lain tentang persoalan puteri Rasul Allah Saw. Saat itu beliau bertanya kepada Abu Bakar Ash Shiddiq r.a.

Apakah engkau bersedia menyampaikan persoalan Fatimah itu kepada Ali bin Abi Thalib?

Abu Bakar Ash Shiddiq menyatakan kesediaanya.

Ia beranjak untuk menghubungi Imam Ali r.a. Sewaktu Imam Ali r.a. melihat datangnya Abu Bakar Ash Shiddiq r.a. dengan tergopoh-gopoh.. Imam Ali r.a terperanjat dan menyambutnya serta bertanya..

Anda datang membawa berita apa?

Setelah duduk beristirahat sejenak Abu Bakar Ash Shiddiq r.a. segera menjelaskan persoalannya.

Hai Ali engkau adalah orang pertama yg beriman kepada Allah dan Rasul-Nya serta mempunyai keutamaan lebih dibanding dengan orang lain. Semua sifat utama ada pada dirimu. Demikian pula engkau adalah kerabat Rasul Allah Saw. Beberapa orang sahabat terkemuka telah menyampaikan lamaran kepada beliau utk dapat mempersunting puteri beliau. Lamaran itu oleh beliau semuanya ditolak. Beliau mengemukakan bahwa persoalan puterinya diserahkan kepada Allah Swt. Akan tetapi hai Ali apa sebab hingga sekarang engkau belum pernah menjeput puteri beliau itu dan mengapa engkau tidak melamar utk dirimu sendiri? Kuharap semoga Allah dan Rasul-Nya akan menahan puteri itu untukmu

Mendengar perkataan Abu Bakar r.a. mata Imam Ali r.a. berlinang-linang. Menanggapi kata-kata itu, Imam Ali r.a. berkata.

Hai Abu Bakar, anda telah membuat hatiku goncang yg semulanya tenang. Anda telah mengingatkan sesuatu yg sudah kulupakan. Demi Allah aku memang menghendaki Fatimah tetapi yg menjadi penghalang satu-satunya bagiku ialah karena aku tidak mempunyai apa-apa

Abu Bakar r.a. terharu mendengar jawaban Imam Ali yg memelas itu. Untuk membesarkan dan menguatkan hati Imam Ali r.a. Abu Bakar r.a. berkata.

Hai Ali janganlah engkau berkata seperti itu. Bagi Allah dan Rasul-Nya dunia dan seisinya ini hanyalah ibarat debu bertaburan belaka!

Setelah berlangsung dialog seperlunya, Abu Bakar r.a. berhasil mendorong keberanian Imam Ali r.a. utk melamar puteri Rasul Allah Saw.

Beberapa waktu kemudian Imam Ali r.a. datang menghadap Rasul Allah Saw. yg ketika itu sedang berada di tempat kediaman Ummu Salmah. Mendengar pintu diketuk orang Ummu Salmah bertanya kepada Rasul Allah Saw.

Siapakah yg mengetuk pintu?

Rasul Allah Saw. menjawab.

Bangunlah dan bukakan pintu baginya. Dia orang yg dicintai Allah dan Rasul-Nya dan ia pun mencintai Allah dan Rasul-Nya!

Jawaban Nabi Muhammad Saw. itu belum memuaskan Ummu Salmah r.a. Ia bertanya lagi:

Ya tetapi siapakah dia itu?

Dia saudaraku ,orang kesayanganku!” jawab Nabi Muhammad Saw.

Tercantum dalam banyak riwayat bahwa Ummu Salmah di kemudian hari mengisahkan pengalamannya sendiri mengenai kunjungan Imam Ali r.a. kepada Nabi Muhammad Saw. itu..

Aku berdiri cepat-cepat menuju ke pintu sampai kakiku tersandung. Setelah pintu kubuka ternyata orang yg datang itu ialah Ali bin Abi Thalib. Aku lalu kembali ke tempat semula. Ia masuk kemudian mengucapkan salam dan dijawab oleh Rasul Allah Saw. Ia dipersilakan duduk di depan beliau. Ali bin Abi Thalib menundukkan kepala seolah-olah mempunyai maksud tetapi malu hendak mengutarakannya. Rasul Allah mendahului dan berkata

Hai Ali nampaknya engkau mempunyai suatu keperluan. Katakanlah apa yg ada dalam fikiranmu. Apa saja yg engkau perlukan akan kau peroleh dariku!”

Mendengar kata-kata Rasul Allah Saw. yg demikian itu lahirlah keberanian Ali bin Abi Thalib utk berkata.

Maafkanlah ya Rasul Allah. Anda tentu ingat bahwa anda telah mengambil aku dari paman anda Abu Thalib dan bibi anda Fatimah binti Asad di kala aku masih kanak-kanak dan belum mengerti apa-apa. Sesungguhnya Allah telah memberi hidayat kepadaku melalui anda. Dan anda ya Rasul Allah adalah tempat aku bernaung dan anda jugalah yg menjadi wasilahku di dunia dan akhirat. Setelah Allah membesarkan diriku dan sekarang menjadi dewasa aku ingin berumah tangga; hidup bersama seorang isteri. Sekarang aku datang menghadap utk melamar puteri anda Fatimah. Ya Rasul Allah apakah anda berkenan menyetujui dan menikahkan diriku dgn dia?

Ummu Salmah melanjutkan kisahnya.

Saat itu kulihat wajah Rasul Allah nampak berseri-seri. Sambil tersenyum beliau berkata kepada Ali bin Abi Thalib

Hai Ali apakah engkau mempunyai suatu bekal maskawin?” .

Demi Allah” jawab Ali bin Abi Thalib dgn terus terang “Anda sendiri mengetahui bagaimana keadaanku tak ada sesuatu tentang diriku yg tidak anda ketahui. Aku tidak mempunyai apa-apa selain sebuah baju besi sebilah pedang dan seekor unta

Tentang pedangmu itu” kata Rasul Allah Saw. menanggapi jawaban Ali bin Abi Thalib.

engkau tetap membutuhkannya utk melanjutkan perjuangan di jalan Allah. Dan untamu itu engkau juga butuh utk keperluan mengambil air bagi keluargamu dan juga engkau memerlukannya dalam perjalanan jauh. Oleh karena itu aku hendak menikahkan engkau hanya atas dasar maskawin sebuah baju besi saja. Aku puas menerima barang itu dari tanganmu. Hai Ali engkau wajib bergembira sebab Allah ‘Azza wa jalla sebenarnya sudah lbh dahulu menikahkan engkau di langit sebelum aku menikahkan engkau di bumi!

Demikian versi riwayat yg diceritakan Ummu Salmah r.a.

Setelah semuanya siap dgn perasaan puas dan hati gembira dgn disaksikan oleh para sahabat Rasul Allah Saw. mengucapkan kata-kata ijab kabul pernikahan puterinya..

Bahwasanya Allah Swt. memerintahkan aku supaya menikahkan engkau Fatimah atas dasar maskawin 400 dirham. Mudah-mudahan engkau dapat menerima hal itu

Ya Rasul Allah itu kuterima dgn baik” jawab Ali bin Abi Thalib r.a. dalam pernikahan itu.

Maskawin sebesar 400 dirham itu diserahkan kepada Abu Bakar r.a. utk diatur penggunaannya. Dengan persetujuan Ra­sul Allah Saw. Abu Bakar r.a. menyerahkan 66 dirham kepada Ummu Salmah utk “biaya pesta” perkawinan. Sisa uang itu dipergunakan utk membeli perkakas dan peralatan rumah tangga. (sehelai baju kasar perempuan; sehelai kudung; selembar kain Qathifah buatan khaibar berwarna hitam; sebuah balai-balai; dua buah kasur terbuat dari kain kasar Mesir; empat buah bantal kulit buatan Thaif; kain tabir tipis terbuat dari bulu; sebuah tikar buatan Hijr; sebuah gilingan tepung; sebuah ember tembaga; kantong kulit tempat air minum; sebuah mangkuk susu; sebuah mangkuk air; sebuah wadah air utk sesuci; sebuah kendi berwarna hijau; sebuah kuali tembikar; beberapa lembar kulit kambing; sehelai ‘aba-ah; dan sebuah kantong kulit tempat menyimpan air)

Sejalan dgn itu Imam Ali r.a. mempersiapkan tempat kediamannya dgn perkakas yg sederhana dan mudah di­dapat. Lantai rumahnya ditaburi pasir halus. Dari dinding ke din­ding lain dipancangkan sebatang kayu utk menggantungkan pakaian. Untuk duduk-duduk disediakan beberapa lembar kulit kambing dan sebuah bantal kulit berisi ijuk kurma. Itulah rumah kediaman Imam Ali r.a. yg disiapkan guna menanti kedatangan isterinya Siti Fatimah Az-Zahra r.a.

Siti Fatimah r.a. dgn perasaan bahagia pindah ke rumah suaminya yg sangat sederhana itu. Selama ini ia telah menerima pelajaran cukup dari ayahandanya tentang apa artinya kehidupan ini. Rasul Allah Saw. telah mendidiknya bahwa kemanusiaan itu adalah intisari kehidupan yg paling berharga. Ia juga telah .diajar bahwa kebahagiaan rumah-tangga yg ditegakkan di atas fon­dasi akhlaq utama dan nilai-nilai Islam jauh lebih agung dan lebih mulia dibanding dgn perkakas-perkakas rumah yg serba me­gah dan mewah.

Imam Ali r.a. bersama isterinya hidup dgn rasa penuh ke­banggaan dan kebahagiaan. Dua-duanya selalu riang dan tak per­nah mengalami ketegangan. Siti Fatimah r.a. menyadari bahwa dirinya tidak hanya sebagai puteri kesayangan Rasul Allah Saw. tetapi juga isteri seorang pahlawan Islam yg senantiasa sang­gup berkorban seorang pemegang panji-panji perjuangan Islam yg murni dan agung. Siti Fatimah berpendirian dirinya ha­rus dapat menjadi tauladan. Terhadap suami ia berusaha bersikap seperti sikap ibunya terhadap ayahandanya Nabi Muhammad Saw.

suami isteri yg mulia dan bahagia ini selalu be­kerja sama dan saling bantu dalam mengurus keperluan-keperluan rumah tangga. Mereka sibuk dgn kerja keras. Siti Fatimah r.a. menepung gandum dan memutar gilingan dgn tangan sen­diri. Ia membuat roti menyapu lantai dan mencuci. Hampir tak ada pekerjaan rumah-tangga yg tidak ditangani dgn tena­ga sendiri. Rasul Allah Saw. sendiri sering menyaksikan puterinya se­dang bekerja bercucuran keringat. Bahkan tidak jarang beliau ber­sama Imam Ali r.a. ikut menyingsingkan lengan baju membantu pekerjaan Siti Fatimah r.a.

Banyak sekali buku-buku sejarah dan riwayat yg melukis­kan betapa beratnya kehidupan rumah-tangga Imam Ali r.a. Sebu­ah riwayat mengemukakan

Pada suatu hari Rasul Allah Saw. berkunjung ke tempat kediaman Sitti Fatimah r.a. Waktu itu puteri beliau sedang menggiling tepung sambil melinangkan air mata. Baju yg dikenakannya kain kasar. Menyaksikan puterinya menangis Rasul Allah Saw. ikut melinangkan air mata. Tak lama kemudian beliau menghibur puterinya.

Fatimah terimalah kepahitan dunia utk memperoleh kenikmatan di akhirat ke­lak

Siti Fatimah r.a. melahirkan dua orang putera dan dua orang puteri. Putera bernama Al Hasan r.a. dan Al Husein r.a. Sedang puterinya bernama Zainab r.a. dan Ummu Kalsum r.a. Rasul Allah Saw. dgn gembira sekali menyambut kelahiran cucu-cucunya. Al Hasan r.a. dan Al Husein r.a. mempunyai kedudukan ter­sendiri di dalam hati beliau. Dua orang cucunya itu beliau asuh sendiri.

Al Hasan r.a. dan Al Husein r.a. meninggalkan jejak yg jauh jangkauannya bagi umat Islam. Al Husein r.a. gugur sebagai pah­lawan syahid menghadapi penindasan dinasti Bani Umayyah. Semangatnya terus berkesinambungan melestarikan dan mem­bangkitkan perjuangan yg tegas dan seru di kalangan ummat Islam menghadapi kedzaliman. Semangat Al Husein r.a. merupa­kan kekuatan penggerak yg luar biasa dahsyatnya sepanjang sejarah.

Puteri beliau yg bernama Zainab r.a. merupakan pahlawan wanita muslim yg sangat cemerlang dan menonjol sekali pera­nannya dalam pertempuran di Karbala membela Al Husein r.a. Di Karbala itulah dinasti Bani Umayyah menciptakan tragedi yg menimpa A1 Husein r.a. beserta segenap anggota keluarganya. A1 Husein r.a. gugur dan kepalanya diarak sebagai pameran keliling Kufah sampai ke Syam.

Setelah hidup bersuami isteri selama kurang lbh 10 tahun, Siti Fatimah r.a. meninggal dunia dalam usia 28 tahun. Sepe­ninggal Siti Fatimah r.a. Imam Ali r.a. beristerikan beberapa orang wanita lainnya lagi. Menurut catatan sejarah hingga wa­fatnya Imam Ali r.a. menikah sampai 9 kali. Tentu saja menurut ketentuan-ketentuan yg tidak bertentangan dgn hukum Is­lam. Dalam satu periode tidak pernah lbh 4 orang isteri

Kisah ini disampaikan agar kita bisa belajar lebih jauh dari ‘Ali dan Fatimah bahwa ternyata keduanya telah memiliki perasaan yang sama semenjak mereka belum menikah tetapi dengan rapat keduanya menjaga perasaan itu. Bukan hanya namanya yg tak tersebutkan, bahkan gejolak hatipun tak ada yang tau. mereka tak mau cinta yg lain membesar melebihi cintanya pada Allah. Pernikahan adalah utk melengkapi ibadah, karena itu Ali akhirnya melamar Fatimah.

dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa suatu hari (setelah mereka menikah) Fathimah berkata kepada Ali..

Maafkan aku, karena sebelum menikah denganmu. Aku pernah satu kali jatuh cinta pada seorang pemuda

Ali terkejut dan berkata,

kalau begitu mengapa engkau mau menikah denganku? dan Siapakah pemuda itu?

Sambil tersenyum Fatimah berkata,

Ya, karena pemuda itu adalah Dirimu




TAKBIR CINTA

Bismillaah...
Detik berganti menit, menuju kesatuan jam.. diatas meja kecil, dibawah lampu redup kutuliskan suatu kisah yang tak ingin kualami memaksaku untuk ikut dalam drama qada dan qadarNYA.
Disaat air mata ini tak mampu terbendung lagi karna terdorong  jeritan hati yg meradang beberapa waktu lalu bahkan sampai saat ini.
Ya Allah, sang Maha penguasa alam..sesungguhnya kesempurnaan ini hanyalah milikMu.. tapi bukanlah suatu kesalahan apabila aku menitih jalan setapak untuk mendapatkan ridhoMu.
Kupertahankan hijab serta kujaga khormatanku sampai pada saat bertemu dengannya yang meminangku lima tahun yang lalu. sungguh kehidupan kami jauh dari ambang kekayaan.terdampar dalam suatu prekonomian yang sempit.. tapi nikmatMu selalu menghiasi hari demi hari dalam perjalanan kisah ini.sungguh miris memang, kalau ditinjau dalam kondisi sekarang, tapi inilah nikmat hidup yang kami rasakan.

Kami tinggal dan berteduh disuatu gubuk sederhana, makan dengan menu apa yang ada, tidur beralaskan bumi dengan lapisan tikar.Tapi kehangatan selalu aku rasakan dari cinta kasih suamiku.
Kulihat peluhnya bercucuran bagaikan hujan yg menandakan rahmat serta berkah dariMu. Iya,memang dia adalah berkah untukku..
Kucintai dia karna Allah, kuabdikan diri ini karna Allah,

Karna dengan pengabdian inilah aku bisa mendapatkan cintaMu yaRabb.

Waktu kian bergulir, roda-roda khidupanpun berputar. ya Allah,Engkau cukupkan kami dengan nikmat dunia yang tak pernah terbesit sedikitpun pada pikiranku.
Sejak suamiku menemukan dompet serta lembaran-lembaran saham milik orang berdasi yang mungkin tadinya terpaksa menggunakan jasa suamiku sebagai tukang becak.. dan stelah dikembalikannya benda-benda itu suamiku pun mendapat tawaran kerja di perusahaannya sebagai OB.
Perlahan tapi pasti kami berkecukupan. Sampai pada akhirnya suamiku mendapat jabatan direktur yang menjalankan sembilan perusahaan.. itu karna ketekunan dan sifat rajinnya, tak heran jika nasib kami berubah derastis.

Sampai pada akhirnya dia bertugas keluar kota dan ditemani oleh sekretaris cantik, bertalenta,trampil dan cerdas pastinya. Tetpi inilah awal dimulainya kisah baru.. yaa Allah, kejutan apa yang Kau brikan padaku.. sungguh seberapa pun beratnya beban yang kau kirim untuk menghantam, cintaku tetap tak akan berkurang sedikitpun padaMu..!!
dua bulan berlalu suamiku pulang dan meminta izin padaku untuk berpoligami dengan sekertarisnya. Aku tak ingin brsu'uzan, tetapi batin ini berkata lain.!!!
Kucintai dia karna Allah, itu jelas..tapi mengapa hati ini tersayat menerima keputusan itu. Aku adalah sekuntum mawar yang berguguran kelopaknya, stelah melepas semua duri.
Iya..hanya satu kata itu yang ku ucapkan selang waktu tiga bulan bermusahabah.
Kami mempunyai buah cinta yang berumur empat tahun, sedangkan sekretaris tersebut janda dengan satu anak yg seumuran dengan anakku. Biarlah senyum ini yang membalut kesedihan.
Wahai kekasih halalku, kau pinang aku dengan basmallah, kau hangatkan aku dengan cinta kasihmu, kau.. kau belai aku dengan ketulusan cinta yangg haqiqi.. lantas tak ada alasan buatku untuk tidak bahagia.
Wahai kekasih halalku,kau lah jembatanku untuk menuju pada rahmat dan ridho Allah. maka tak berhak diri yang lemah ini membenci imam sepertimu.
Wahai kekasih halalku, Demi Allah ikhlas ini bukan karna aku takut kehilanganmu,tapi karna suatu bukti betapa cintanya aku pada Illahi.. yang mana hanya dengan cintaNya lah aku hidup.!
Wahai kekasih halalku, sungguh hanya pintaku.. jagalah imanmu agar kelak kita dipertemukan pada indahnya mahligai surga.
Demi Allah.. ikhlas ini yang membuatku sanggup untuk membagi cinta pada wanita lain.!

Lima tahun sudah ku menjalani kasih cinta yang bercabang. aku ikuti alur cerita yang sudah diatur oleh Sang Maha Pengatur. tertatih, dan berusaha untuk merajut kembali helaian cinta yang mulai kusut. sangat tidak mudah menyatukan tiga hati yang berbeda, tiga hati yang tidak tau pasti apa artinya cinta haqiqi, dan tiga hati yang selalu mencoba untuk saling mengerti, dan melindungi sedang tebing-tebing curam siap menggelincirkan kami. ya Allah kenapa cobaan mendera suamiku.. baru pertama aku melihatnya terkapar tak berdaya dengan sepenggal nafas yg tersedak-sedak.

Memang banyak harta tak menjamin kebahagiaan serta ketenangan jiwa. Demi Allah, jika kesederhanaan lebih menentramkan jiwa, dari pada segudang koin emas, maka kesederhanaan itu lebih baik bagiku.!!
Abi..sungguh hati ini telah terikat oleh janji serta ikrar-ikrar sucimu.
tahun ini adalah ujian bagi Abi, hancurnya perushaan, rumah tangga, dan sikapmu kepada anak-anak yang kian lama semakin membuat hatiku keluh, serta meratap.. “kenapa...?” apa yang terjadi dengan mu,wahai abi.?
ijinkan aku mengabdi padamu, dengan bekal ketulusan ini.
sedang suamiku bergelut dengan maut, kemana dia..(istri 2).? sedang apa.? mengapa abi dicampakan.?

Bukan kah dia seorang wanita yang terpilih untuk mendampingi abi.?dan juga seorang wanta yang harusnya menunduk‘an pandangannya diluar rumah, yang harusnya rela menjadi buta, tuli, bisu dari segala nafsu, demi untuk menjaga kesucian, kepatuhan, serta ketaatannya padaMU.?
Astaghfirullaah, Demi Allah yang nyawaku ada pada genggamanNYA, sungguh celaka bagi s‘orang istri yang tak menjaga kehormatannya.!!!
dua minggu waktu yang dihabiskan abi, untuk kembali siuman dari tidur nya.. sebelum dia tau bahwa Stroke telah menimpanya.

”assalamualaikum, abi...bangun,shalat subuh yuk.?” pintaku sambil mengelus lengannya yang kini lunglai.
meskipun matanya tetap terpejam, tapi aku tau begitu dalam perasaanya hingga nampak air matanya mengalir.. entah apa yang ada dipikirannya.
perlahan matanya terbuka,.

Subhanallah, walhamdulillah..
Duhai abi.. betapa bahagia hati ini saat pertama kau membuka mata akulah yang kau lihat, bahagianya hati ini melihat air matamu mengalir, bahagianya hati ini melihat senyum ketulusanmu yang selama ini terlalu mahal bagiku.
Tanpa sadar aku termenung memandang wajahnya.Wajah suami yang dulu sempat mencabik cabik hatiku, wajah suami yang dulu melahap habis tangisanku, wajah suami yang acuh masa bodoh akan jeritan hatiku,dan wajah suami yang sangat aku cintai sampai saat ini.

"Wa'alaikumusalam..wahai umi mengapa kau tak segera melaksanakan shalat subuh.?"
Akupun diam tak mnjawab pertanyaannya.
"Umi, sesungguhnya Allah tidak menyukai hambaNya yang suka mengulur-ulur waktu.!!" Bentaknya..
"Duhai abi... sungguh Allah lebih mencintai para imam yang adil serta bijak. Bagaimana aku melakukan shalat, apabila belum mendengar Tahbiratul ihram dari imamku yang adil serta bijak ini.?" Balasku.
Tak tau kenapa air mata suamiku mengalir semakin deras, nafas sesaknya yang menandakan penyesalan begitu aku rasakan.
"Kau umi.! Istriku.... masih kah pantas aku menjadi imam, setelah aku mencampakan mu.?"
"Duhai abi... Allah tidak akan mnghinakanmu karna telah mencampakan dan mengacuhkanku."
"Kenapa begitu umi.?"
"Karna sedikit pun tak terbesit rasa benci terhadap abi dalam hatiku. Sungguh apabila air mata ini tak bisa kering maka tenggelamlah abi beserta kekayaan yang menyebabkan kelalaian Abi.. kutumpahkan seluruh cintaku diatas sajadah. Cinta dari DiaLah asalnya dan kepada DiaLah akan kembali." Tegasku
Akhirnya beranjaklah suamiku untuk tayamumm Dan mulailah dia mengucap "ALLAHU AKBAR"..
Meskipun kau tergeletak diatas ranjang penumpahan segala bala penyakit, tempat dinampakkannya manusia yang sangat lemah terkulai tak berdaya.. tapi kau adalah imamku, dan kau kuat dimataku, kau bijak di mataku, kau shaleh di mataku jadi, tak ada lagi yang harus kau ragukan.! wahai suamiku karena kebenaran hanya milik Allah.

Tiga puluh menit kita melaksanakan shalat berjamaah. dua rakaat yang kaya hikmah, dua rakaat yang menjadi sumber Nur, dua rakaat penerang kubur.
Dalam momant seperti ini, tak akan pernah aku lewatkan untuk mencium tangan abi. Dan biasanya dia balas mencium keningku.
Duhai abi.. sangatlah rindu aku pada kenangan-kenangan kita dulu.
Usai salam tahiyattul akhir, akupun langsung berdiri berharap sekali bisa mencium tangan abi. Namun aku melihat matanya terpejam. Subhanallah betapa khusyuknya dia. Akupun kembali duduk dan ber dzikir. Sungguh perasaan bahagia yang tak ada tandingannya.
Tak terasa empat puluh lima (45) menit telah terlewati dengan kata kata suci dzikirMu ya Allah. aku tengok suamiku lagi.. matanya masih terpejam. Alhamdulillaah dia tertidur. Betapa nyenyaknya dia setelah menjalani hari-hari yang suram dan rintihan rasa sakit.

Sambil menunggu suamiku yang terlelap, akupun mengaji. Aku teringat pada surat yang paling abi sukai dan sering dibacanya dulu yaitu surat yaasin.
"Baiklah aku akan membacakannya untuk abi"gumamku dalam hati.
Sampai pada ayat terakhir "Fasubhaanallazi biyadihii malakuutukulli syaiuwa'ilayhi turja'un..
Maka Maha Suci Allah yang ditanganNya kekuasaan atas segala sesuatu dan kepadaNya kamu dikembalikan."
Sadahallaahul'aziim.
Karna sudah dua jam lambung ku ini kosong karena tak makan sama sekali, akhirnya aku putuskan untuk ke kantin sebentar.
Tak lama kemudian saat kembali, aku melihat dlaam ruangan suamiku dirawat ada banyak suster dan dua dokter.
"Alhamdulillah...  Pasti suamiku sudah boleh pulang, berarti tinggal mengisi formulir rujukan. "Sangkaanku dalam hati.
"Assalamu'alaikum...dokter, apa perlu dibangunkan suami saya.?
Belum dapat jawaban dari dokter, salah seorang suster tiba-tiba memelukku dengan tangisan tersedu-sedu. dia berkata "Wa'alaikumusalam.. Allahu Akbar... sungguh beruntung suami anda wahai umi.."
"Barakallaah, memangnya kenapa.?"Tanyaku.
"Umi.. saat waktu sarapan tiba, saya masuk dan mendapati tak seorangpun diruangan ini selain suami anda. ketika saya hendak meracik obat, tiba-tiba suami anda menjerit. Dan tak sengaja saya mendengar dan menyaksikan langsung doa-doanya yang sampai kapanpun tak akan luput dari memori saya. Ia berdoa.. "Ya Allah Ya Rabbi.. sesungguhnya EngkauLah sang pemilik hidup dan mati. Kau nampakan aku kobaran api neraka yang siap untuk melahapku. Ya Allah.. tetapi tiba-tiba kau padamkan api itu, lalu Kau beri aku secercah cahaya dalam kengerian sakhratul maut.
Ya Allah.. muliakanLah wanita itu. yaitu wanita yang setia mendampingiku, wanita yang tersenyum meski kelaparan, wanita yang selalu menyambutku meski letih yang ia rasakan, wanita yang memberiku belaian hangat kasih serta ketulusannya sedang luka dalam hatinya menganga, wanita yang menjaga hijab, serta kehormatannya karenaMu, wanita yang selalu menundukan pandanganya, wanita yang menghiasi wajahnya dengan air wudhu, dan wanita yang bersujud untuk merendahkan ubun-ubunya dikeheningan malam. Muliakanlah istriku Yaa Rabbi.. bukakanLah semua pintu surga untuknya. Dengan ini Demi Allah yang nyawaku tersedat dikerongkongan kabulkanLah permohonanku.! Laillaahailaullaah..Muhammadurasulullaah.."
Wahai umi itu semua doa yang saya dengar dan saya menyaksikan sendiri sakhratul maut suami anda yang khusnul khotimah. "Jelas suster itu sambil menangis sesak, serta gemetar seluruh badannya”.

Air mataku menetes, hatiku menjerit.. bukan karena kesedihan tetapi karena rasa kagum pada suamiku.. bagaimana dia sempat berdoa dan mendoakan aku sedang nyawanya sesak tersedat dikerongkongan.. subhanallah, Allahu Akbar.. semua atas kuasaMu ya Allah.!
Ya Allah.. sesungguhnya Engkau lebih mengetahui semua tentang diriku dan aku tak tau apa-apa tentang diri ini..)
Ya Allah Sang Maha Agung.! senang hatiku telah Kau beri suamiku kesempatan bertobat sebelum meninggalkan dunia ini. bersyukur sebelum memasuki liang kubur.. dan taat sebelum dihimpit liang lahat.. serta khusnul khotimah yang Kau berikan.. berkahilah dia.
Ya Allah Demi Takbir cintaku pada Mu, perkenankanlah pertemuan kami disurgaMu kelak.. Amiin..
dua rakaat terakhir yang abi kerjakan adalah Nur.. dan kini kau telah mendapatkan Nur itu duhai suamiku..
Dengan hikmat kucium tangannya yang dingin dan pucat pasi.. meski aku tau takkan ada balasan darinya, tapi inilah yang ku harapkan.. innalilahi wa'ina illaihi roji'un.
Abi... akan tetap kujaga hijab serta kehormatan ini, akan kusayangi anak-anak kita.. Ya Allah berilah aku ketangguhan untuk melindungi anak-anak ku dari kemaksiatan.. dan berikanLah ridhoMu untukku menjadi wanita sejati..
Sungguh sebaik-baiknya perhiasan dunia adalah wanita sholehah.





Cinta Salman al-Farisi


Di saat Salman Al-Farisi merasakan sudah layak baginya untuk menyempurnakan separuh daripada agama, dia sudah siap untuk melamar seorang gadis solehah dari kaum Ansar, yang selalu meniti di bibir para pemuda di Kota Madinah.
Memperolehi cinta wanita solehah itu ibarat membelai cinta para bidadari di Syurga. Wanita solehah itu telah menambat hatinya untuk menuntun karya-karya indah bak lakaran pelangi, penuh warna dan cinta.
Beliau menjemput sahabat karibnya, Abu Darda’ sebagai teman bicaranya ketika bertemu keluarga wanita solehah itu.
"Subhanallah.. Alhamdulillah”
 
Terpancul kata-kata dari mulut Abu Darda’, tanda ta’ajub dan syukur di atas niat suci temannya itu. Dia begitu teruja kerana dapat membantu temannya dalam hal baik sebegini.
Maka menujulah mereka ke rumah wanita solehah yang menjadi buah mulut para pemuda gagah perkasa di Kota Madinah.
 "Saya adalah Abu Darda’ dan ini adalah saudara saya Salman al-Farisi. Allah Taala telah memuliakannya dengan Islam, dan dia juga telah memuliakan Islam dengan amal dan jihadnya.
Dia memiliki kedudukan yang utama di sisi Rasulullah s.a.w, hingga Rasulullah menyebut beliau sebagai sebahagian daripada ahli bait-nya.
Saya datang untuk mewakili saudara saya ini melamar puteri kalian untuk dipersuntingnya”, berkata Abu Darda’ kepada keluarga wanita tersebut. Susunan bahasanya cukup berlapik dan indah.
“Menerima kalian berdua sebagai tetamu, sahabat Rasulullah yang mulia sudah menjadi penghormatan terbesar buat kami. Dan adalah kehormatan lebih besar bagi keluarga kami bermenantukan seorang sahabat Rasulullah S.A.W yang utama.
Akan tetapi hak untuk memberi kata putus tetap sepenuhnya berada di tangan anakanda puteri saya. Saya serahkan kepada puteri kami untuk memperhitungkannya” wali wanita solehah memberi isyarat ke arah hijab, di belakangnya sang puteri menanti dengan segala debar hati.
“Silakan tuan..” balas Abu Darda’.
 
 
Selepas beberapa minit berlalu, datanglah walinya memberi kata pemutus daripada sang puteri kesayangannya. 
 
“Maafkan kami di atas apa yang saya akan katakan..”
 
  “Kerana kalian tetamu terhormat kami, sahabat baginda s.a.w yang amat dicintainya. Kami hanya mengharap redha Allah bersama kita semua. Sebenarnya puteri saya telah menolak pinangan Salman.
Namun jika Abu Darda’ mempunyai hajat yang sama, puteri kami senang menerima pinangannya dengan penuh syukur” kata-kata wali wanita solehah itu tidak sedikit pun mengejutkan Salman al-Farisi malah menyambutnya dengan alunan tahmid yang tidak putus-putus.
“Allahu Akbar.. Maha Suci Allah telah memilih teman baik saya sebagai pengganti”
 dengan penuh rasa kebesaran Tuhan menyelinap roh cinta-Nya memenuhi jiwanya yang kerdil.
“Semua mahar dan nafkah yang telah ku persiapkan ini akan aku serahkan pada Abu Darda’, teman baik ku dunia akhirat. Dan aku akan menjadi saksi pernikahan bersejarah kalian!” Air mata kasih dan syukur membening suasana redup di suatu petang itu.
P/s: Petikan kisah ini diambil dari buku Jalan Cinta Para Pejuang – Salim A. Fillah
Salman al-Farisi yg begitu setia dan utama disisi Rasulullah juga diuji sedemikian hebat apabila cintanya ditolak oleh gadis solehah idamannnya. Dan yang lebih mengejutkan lagi, sahabat baiknya yang pada mulanya dijadikan ‘teman bicara’ untuk meminang pula yang menjadi pilihan si gadis solehah.
Dan bagaimana pula reaksi jika kita meletakkan diri kita ditempat dan situasi Salman al-Farisi? mampukah kita memberi dn membenarkan segalanya dgn keikhlasan? Sudah pasti akan timbul sedikit rsa marah pada mulanya dan diikuti rsa terkilan.

Tapi berbezanya dgn Salman al-Farisi. Beliau begitu kuat menerima setiap ketentuan Illahi dgn penuh rsa syukur dan redha. Baginya, satu pekerjaan yang besar lagi mulia adalah dengan MEMBERI..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar